LaNyalla: Bangsa Jangan Wariskan Generasi Lemah

KANALSATU - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan seluruh elemen masyarakat harus memberikan perhatian untuk generasi yang akan datang. 

Bahkan lebih mendalam dia mengatakan bangsa ini  tidak boleh mewariskan generasi yang lemah.

Penegasan itu disampaikan saat memberikan orasi di acara Liwetan Gawagis & Ulama Muda Pesantren, di Pondok Pesantren Mambaul Falah, Kabupaten Bandung, Senin (12/9/2022) malam. 

Senator asal Jawa Timur itu juga mengatakan, Allah SWT sudah berfirman tentang pentingnya menyiapkan next generation. 

Karena itu LaNyalla sengaja tidak berpikir tentang next election, tetapi next generation.

"Islam menganjurkan kita agar tidak meninggalkan atau membiarkan generasi setelah kita menjadi generasi yang lemah. Dimana menurut sejumlah Ulama ada empat kriteria generasi yang lemah itu,”  tuturnya.

Pertama, jangan meninggalkan generasi yang lemah akidah. Karena pertarungan masa depan adalah pertarungan akidah. Karena, generasi mendatang akan dihadapkan kepada kemajuan teknologi dan sekulerisme yang semakin kuat akibat dominasi materialisme.

Kedua, jangan meninggalkan generasi yang lemah ibadah. Karena hukum materialisme akan semakin menguat. Sehingga ibadah akan dianggap menghambat proses materialisasi, atau pengejaran keuntungan dunia. Karena bagi mereka time is money. 

Ketiga, jangan meninggalkan generasi yang lemah di bidang ilmu pengetahuan. Karena pertarungan masa depan dihadapkan kepada kompetisi berbasis latar belakang pendidikan dan keilmuan.

Keempat, jangan meninggalkan generasi yang lemah ekonominya. Atau terbelit dalam kemiskinan. Karena kemiskinan dekat dengan kekufuran. 

"Perintah agama ini sangat jelas. Tetapi hari ini kita dihadapkan kepada situasi dimana kita sebagai umat Islam, umat terbanyak, penduduk mayoritas, justru berada dalam lingkaran kemiskinan," katanya. 

Dijelaskan LaNyalla, kemiskinan membuat masyarakat menjadi tertinggal dalam kualitas pendidikan. Menjadi terbatas dalam mengakses kesehatan. Menjadi terbelakang dalam penguasaan teknologi dan sains. 

"Akibatnya kita menjadi tidak kompetitif. Tidak menjadi epicentrum. Tetapi menjadi marginal atau terpinggirkan. Dan umat Islam menjadi mayoritas penerima BLT Menjadi mayoritas penerima Bansos. Artinya, ada yang salah dalam pengelolaan negara ini," paparnya.

LaNyalla menambahkan, bangsa ini juga menghadapi ancaman penguasaan oleh bukan Orang Indonesia Asli melalui tiga tahapan. Yaitu Kuasai perekonomiannya. Kuasai politiknya. Dan terakhir, kuasai Presiden atau Wakil Presidennya. 

"Karena Undang-Undang Dasar hasil perubahan tahun 2002 telah mengubah Pasal 6 naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 dengan menghapus kata “Asli” pada kalimat ‘Presiden Indonesia ialah Orang Indonesia Asli’," ujarnya.

LaNyalla lebih jauh menjelaskan, jika tiga epicentrum penting tersebut sudah dikuasai oleh bukan Orang Indonesia Asli, maka kita semua tidak akan bisa apa-apa lagi. Kita akan tersingkir dan menjadi penduduk kelas bawah yang tidak kompeten, dan tidak mampu bersaing.

"Karena Anda terbelit dalam kemiskinan. Dan lingkaran setan kemiskinan struktural inilah yang akan dilanggengkan," jelasnya.

LaNyalla juga membahas fenomena Islamophobia, dan diperkelas lagi bahwa Islamophobia semakin marak.  

"Padahal Sila Pertama dari Pancasila dan Pasal 29 dalam Konstitusi kita jelas-jelas mengatakan bahwa negara ini berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengapa ini semua terjadi? Jawabannya, karena bangsa sudah meninggalkan Pancasila sejak kita melakukan perubahan Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam," tuturnya.

Diterangkannya, Profesor Kaelan dari UGM menerangkan jika sejak saat itu, kita telah menggunakan UUD baru, yaitu UUD 2002. Bukan lagi UUD 1945 yang disusun para pendiri bangsa.

"Karena sangat jelas, Cita-Cita dan Tujuan Nasional yang terdapat dalam Pembukaan serta Pancasila sudah tidak nyambung lagi dengan isi Pasal-Pasal dalam Konstitusi. Isi pasal-pasal UUD 2002 justru merupakan penjabaran dari ideologi lain, yaitu Liberalisme dan Individualisme," tuturnya.

Ideologi liberalisme dan individualisme, lanjutnya, adalah prasyarat dari tumbuh suburnya iklim kapitalisme dan sekularisme. Itulah yang semakin membuat bangsa ini karut marut, dan akan mewariskan generasi mayoritas yang lemah. 

Untuk itu LaNyalla mengajak semua pihak untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk kemudian disempurnakan melalui adendum. Sehingga tidak mengubah sistem demokrasi asli Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Manbaul Falah Kabupaten Bandung, Gus Ali Sururi, mengatakan pihaknya sangat salut dengan Ketua DPD, karena tidak pernah lelah menyambangi rakyat dan menemui rakyat dari provinsi ke provinsi. 

"Semuanya mendengarkan aspirasi kami. Langsung action mendorong aspirasi. Termasuk dari kami para gus dan ulama muda. Pak Nyalla juga sangat perduli pesantren, ini adalah sosok yang langka, mencintai santri. Kita Do'akan, segala hajat pak Nyalla dikabulkan Allah," ujarnya. 

Dalam acara tersebut, LaNyalla didampingi oleh Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin. 

Selain itu, hadir juga para ulama muda di antaranya adalah, Gus Zahrul Azhar atau Gus Heri Pengasuh Pesantren Darul Ulum Jombang,  Gus Athoillah Yusuf (Gus Aat) Pengasuh PP Darul Arqom, Gus Ali Sururi Pengasuh PP Mambaul Falah, para 

Asparagus se-Jabar, Jateng dan Jatim, serta Koordinator Acara tersebut Gus Tamam alias Ahmad Tamamuddin. (ard)

Komentar