Perkuat Penjualan Konnyaku dan Shirataki di Dalam Negeri, Mr. Ishii Terus Edukasi Pasar
Chief Markerting Officer Brand Mr Ishii Charlie Shirataki (Kiri) bersama Ketua Apkrindo Jatim, Ferry Setiawan (tengah) pada acara ISHIIDAILY di Surabaya.
KANALSATU - Budidaya umbi porang belakangan ini menjadi euforia di industri pertanian di Indonesia. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo, turun langsung melihat dunia porang dari sisi pertanian hingga perindustriannya.
Di luar bidang pertanian, banyak pelaku industri lainnya pun tergiur untuk melakukan investi hilirisasi di industri terkait lainnya.
Namun sayangnya hingga saat ini masih banyak mispersepsi terkait tanaman porang. Porang masih seringkali disamakan dengan tepung terigu ataupun tepung singkong yang siap konsumsi.
Chief Markerting Officer Brand Mr Ishii Charlie Shirataki mengatakan, produk olahan porang sebenarnya memiliki potensi sangat besar. Namun sayang pengembangan penjualan produk porang ini masih menghadapi tantangan terkait adanya mispersepsi yang beredar di masyarakat.
“Masyarakat Indonesia harus lebih jeli dan selektif lagi dalam memilih produk untuk dikonsumsi apalagi terkait nilai gizi dan efeknya bagi tubuh. Bagi konsumen setia aneka produk olahan hasil ekstraksi umbi porang pun harus paham membedakan mana produk yang terbuat serat porang asli dan mana produk yang hanya di label terbuat dari Porang," tutur Charlie dalam acara bertajuk “ISHIIDAILY” di Surabaya, Selasa (27/2/2024).
Meskipun masih perlu terus dilakukan edukasi namun peminat produk olahan umbi porang ini terus meningkat.
Ia mencontohkan produk Mr. Ishii yang lebih banyak diterima di kalangan beauty and lifestyle.
Hal ini ditegaskan Presiden Direktur PT Ambico, Johan Soedjatmiko Ishii. "Respon konsumen terus tumbuh karena sekarang semakin banyak orang yang tertarik dengan makanan sehat," kata Johan.
PT. Ambico merupakan produsen dari brand Mr. Ishii.
Ia mengakui, produk Mr Ishii dulunya lebih banyak ditujukan untuk pasar ekspor. Di dalam negeri sendiri penjualannya lebih didominasi ke restoran-restoran Jepang.
Dalam acara tersebut diterangkan bahwa saat ini, banyak mispersepsi di dunia Porang terkait istilah penyebutan Porang yang membuatnya terdengar berbeda produk padahal sama.
Porang dikenal dalam penggunaannya di Bahasa Indonesia, sementara Konjac (Bahasa Inggris) dan Konnyaku Shirataki (Bahasa Jepang).
Kedua, regulasi kejelasan penggunaan. Tepung porang sendiri merupakan produk belum siap makan, karena masih mengandung oksalat tinggi.
Hal ini ibarat tepung singkong racun yang belum siap makan karena masih mengandung sianida, namun diambil sari patinya untuk dapat dikonsumsi (biasa dikenal dengan tepung tapioca).
Sama halnya dengan porang. Saripati porang yang dapat dikonsumsi disebut dengan glukomanan atau konjac gum yang merupakan zat hidrokoloid atau produk pengental.
Produk ini digunakan di industri pembuatan jelly, pengikat makanan olahan, emulsifier keju dan ice cream, lem, tekstil dan banyak lagi.
Ketiga, kualitas dan keaslian produk. Banyak pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai cara membedakan produk yang terbuat dari serat Porang. Adapun ciri khas dari jenis makanan tersebut yang paling penting harus memiliki tinggi serat pangan.
Kedua, karena terbuat dari serat maka yang asli harus seperti jelly yang padat, tekstur ini biasanya dirasakan dihidangan berupa Nasi Porang (Nasi Konjac) dan Shirataki. Nasi Konjac sendiri ibarat jelly padat berbentuk nasi, sedangkan Shirataki itu jelly padat berbentuk mie.
"Kedepannya, jika ada pertanyaan, apakah beras Porang atau Konjac (shirataki) yang langsung seduh dan cirinya seperti nasi putih itu asli atau palsu? Jawabnya dipastikan produk tersebut bukan Konjac ataupun Shirataki karena tidak sesuai dengan kriteria di atas," jelas Charlie lagi.
Ketua Asosiasi Pengusaha kafe dan restoran (Apkrindo) Jatim, Ferry Setiawan menambahkan, anggota Apkrindo saat ini tidak hanya pengusaha kafe dan resto saja. Bahkan dari 350 anggota Apkrindo Jatim saat ini, sekitar 10 persennya adalah supplier seperti PT Ambico ini.
"Dari sini Kita dapat knowledge Baru. Ternyata banyak produk baru yang bisa dikembangkan dari sini seperti boba, cendol, jelly atau dibuat seperti calamari. Ini membuktikan industri FnB tidak pernah mati," jelasnya.
(KS-5)