Point of No Return
Oleh Hadi Prasetyo, pemerhati sosial politik
KANALSATU - Rasa kecewa itu biasa dan wajar dialami setiap manusia. Kecewa itu mudah dilupakan ketika kita tidak terlalu mengenal terhadap orang yang menyebabkan kekecewaan.
Kekecewaan menjadi luka mendalam dan membekas di hati, serta menumbuhkan kemarahan ketika yang membuat kecewa itu adalah orang yang selama ini kita puja- puja, jadi panutan dan jadi harapan, ternyata faktanya tidak sesuai harapan.
Dan hari-hari ini, jelang Pilpres 2024, sebagian besar rakyat mengalami puncak kekecewaan yang amat sangat. Bukan saja disertai kemarahan secara masif, tetapi juga kebencian, rasa muak, serta semacam dendam kesumat karena norma dan etika yang dihormati rakyat sebagai martabat, seolah diinjak-injak dengan arogan, disertai gimik-gimik yang terkesan ngécé/meledhek, sehingga rakyat merasa direndahkan, merasa ditipu dan dilecehkan.
Belum berhenti sampai disini, ketika yang menyebabkan kekecewaan berat itu, makin brutal melanggar norma, etika, bahkan UU, disertai aneka gimik secara telanjang dan memberi pesan dan kesan menantang – seolah – "siapa yang bisa melawan saya sebagai penguasa", maka rakyat yang berupa massa dan secara emosi kebanyakan bersumbu pendek sampai sedang, mulai bergerak, memobilisasi diri dan terkonsolidasi, serta fokus pada arah pemakzulan dan atau penggulingan kekuasaan, maka ledakan chaos menjadi ancaman – atau keniscayaan. Tinggal menunggu waktu!!
itulah yang terjadi pada harii - hari ini dengan ekskalasi yang makin hari makin meningkat. Kalaupun belum meledak, itu karena mereka menunggu hasil quick count Pilpres 2024, 14 peb 2024, mengkonfirmasi kecurangan.
Kalau penguasa yang membuat kecewa calonnya menang, maka chaos pun tidak bisa dihindari, karena massa sudah yakin betul adanya pelanggaran dan kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematik. Tidak ada legitimasi. Apalagi kalau MK melalui paman brewok melakukan cawe-cawe lagi. Deligitimasi rakyat dilawan dengan legalitas manipulatif MK. Yang lebih mengerikan lagi bila berkembang menjadi kerusuhan sara. Wooow.... semoga saja tidak!!
Kalau penguasa yang selama ini diberi stempel curang dan tidak etis serta mencla mencle, calon dukungannya kalah, masih mendingan. chaos bisa dikurangi intensitasnya dan mungkin bisa dihindari, bila ada pengakuan ksatria kekalahan dan permintaan maaf.
Walau tuntutan pemakzulan terus akan bergelombang menghantam, mungkin masih ada peluang dengan hadirnya jiwa kenegarawanan bu Megawati dan Kanjeng Sri Sultan HB X.
Investigasi KKN pasti akan dilakukan sampai telanjang bulat sebagai konsekuensi negara hukum.
Penguasa mau tidak mau harus memilih pilihan yg sama buruknya, sama -sama memalukan, sama - sama hina. Inilah yang disebut "Devil's Offer" berbuah "Devil's Alternative" dan berakhir dengan "Devil's Consequences".
Nampaknya pak Jokowi sudah mulai menyadari pilihan langkah politiknya yang amat sangat beresiko. Beliau coba field checking di Jawa Tengah selama seminggu, berkantor di Jateng, ternyata memang betul nampak gambaran yang makin pudar.
Maka tanggal.28 Januari 2024 beliau menghadap Sri Sultan HB X (bukan sebagai Gubernur DIY) tetapi sebagai Raja yang dikenal humble, waskita, dan negarawan.
Besoknya saya pun menulis artikel tentang Presiden vs Raja tgl 29 Jan 2024, intinya uji sahih mata batin saya, mengapa nenghadap? Poros langit bicara di hati saya: "Minta tolong Sri Sultan untuk ketemu bu Megawati" yang masih menolak bertemu.
Eeh ndilalah Kersaning Allah, betul juga 'wangsit' yang saya terima. Dan pada sekitar tgl 5, dan 8 Februari bocor alus Tempo serta Kompas mencuatkan hal sama di media.
Dan sahih. Sri Sultan HB X sendiri mengkonfirmasi pertemuan dengan pak Jokowi untuk minta difasilitasi bertemu dengan bu Megawati.
Lagi - lagi mata batin saya memberi sinyal kuat: "itu sudah terlambat!! Pak Jokowi sudah melewati titik tidak bisa balik (Point of No Return) dan "Devil's Consequences" sudah menjadi keniscayaan bagi mereka yangg mengadakan permufakatan dengan the Devil.
Mata batin sayapun memberi penampakan, kecongkakan hati itu bisa menipu. Walau dibungkus wajah sederhana dan full senyum tetap tidak bisa menghilangkan kecongkakan, dan itu akan mengawali kejatuhan. Jiwa tinggi hati yg melekat dan akhirnya terkuak di akhir masa jabatan, mendahului kehancuran. Ini adalah seperti sabda Nabi Sulaiman AS yg tercatat dalam Amsal 16: 18, Urusan dengan the Devil selalu memakan korban atau tumbal dari keluarganya. Seperti ilmu pesugihan demikian pula dengan kekuasaan yang bersekutu dengan the Devil.
Dan saya pun terpekur...termenung...tidak kuat membayangkan apa yg akan terjadi...
Mudah-mudahan Tuhan YME mengampuni dan tetap menyayangi bangsa dan negara Republik Indonesia. Wallahualam.(*)
*Catatan Jelang Pilpres 2024