Ekonomi Jatim Terkontraksi 0,44 Persen



KANALSATU - Ekonomi Jawa Timur Triwulan I-2021 mengalami kontraksi 0,44 persen bila dibandingkan Triwulan I-2020 (y-on-y). Artinya melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,04 persen.

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Jatim masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang mengalami kontrkasi 0,74 persen.

“Sebelum adanya pandemi Covid-19 Jawa Timur ini pertumbuhannya secara rata-rata 5 persen lebih, akan tetapi mulai triwulan I/2020 pertumbuhannya mulai turun bahkan mengalami kontraksi pada triwulan II-2020, sampai triwulan IV-2020 tetapi kontraksi terus mengecil kearah lebih baik. Pada triwulan I-2021 terkontraksi 0,44 persen,” ujar Kepala Badan Pusat Statisitik (BPS) Provinsi Jawa Timur, Dadang Hardiwan, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, (5/5/2021).

Dari sisi produksi, kata Dadang, kontraksi terdalam terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 13,30 persen. Diikuti jasa lainnya sebesar 8,97 persen dan jasa perusahaan sebesar 8,06 persen.

Sementara dari sisi pengeluaran, kontraksi terdalam pada komponen ekspor luar negeri sebesar 9,94 persen, diikuti pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 1,92 persen, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 2,68 persen.

Secara q-to-q, perekonomian Jawa Timur triwulan I-2021 tumbuh 0,11 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 12,23 persen, diikuti perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 2,04 persen serta pengadaan air, pengelolaan sampah dan daur ulang sebesar 0,93 persen.

Namun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen impor luar negeri sebesar 10,72 persen, sementara komponen lainnya masih mengalami kontraksi.

Perekonomian Jawa Timur Triwulan I-2021 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 587,33 triliun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan mencapai Rp 406,43 triliun. (KS-5)
Komentar