PTPN X jual listrik hasil program Cogen ke PLN
KANALSATU - PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) memulai tahapan penting dalam upaya melakukan hilirisasi produk. Produsen gula terbesar di Indonesia tersebut bersiap memulai penjualan listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Listrik akan dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbasis ampas tebu yang ada di salah satu pabrik gula milik PTPN X, yaitu Pabrik Gula (PG) Pesantren Baru, Kediri.
"Kami bersyukur sudah menempuh satu langkah kemajuan untuk memaksimalkan diversifikasi produk non-gula. Dua hari lalu kami sudah teken penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PLN. Penjualan listrik dari pabrik gula ini merupakan yang pertama di Indonesia sejak berdirinya industri gula di Tanah Air ratusan tahun silam," kata Direktur Utama PTPN X Subiyono, Kamis (21/7/16).
Subiyono mengatakan, PG Pesantren Baru mempunyai kelebihan listrik (excess power)berkapasitas 3 MW. Listrik itu akan disambungkan dengan fasilitas interkoneksi sistem kelistrikan milik PLN. ”Infrastruktur penyambungannya sedang dibangun. September nanti interkoneksinya ke jaringan PLN selesai dan sudah resmi jual listrik ke PLN. Ini merupakantahap awal. Kami juga sedang menyiapkan produksi listrik dari ampas tebu dengan program cogeneration di sejumlah PG kami lainnya, di antaranya PG Ngadiredjo (Kediri) sebesar 20 MW, PG Tjoekir (Jombang) 10 MW, dan PG Gempolkrep (Mojokerto) 20 MW,” kata dia.
Produksi listrik, sambung Subiyono, adalah bagian dari perwujudan industri berbasis tebu (sugarcane based industry) terintegrasi yang menggarap diversifikasi produk, terutama bioetanol berbahan baku tetes tebu dan produksi listrik berbasis ampas tebu. Sebagaimana di negara-negara produsen gula utama dunia, pabrik gula yang ada telah menjual bioetanol dan listrik.
”Tebu sejatinya adalah sumber pangan dan energi. Di negara produsen utama gula seperti Brasil, Thailand, dan India, diversifikasi produk telah lama dilakukan. Saat harga gula dunia rendah, industri gula di sana bisa tetap stabil karena mengandalkan pendapatan dari listrik, bioetanol, dan produk turunan lain,” ujarnya.
Di Brasil, pabrik gula (PG) yang ada bisa menghasilkan listrik lebih dari 3.000 MW. Sekitar 20 persen kebutuhan energi Brasil ditopang energi baru terbarukan berbasis tebu, terutama bioetanol. PG-PG India telah mampu memproduksi listrik sedikitnya 2.200 MW, dengan daya yang dikomersialkan 1.400 MW.
”Secara bertahap, langkah tersebut juga kami lakukan. Kami merintis produksi bioetanol di PG Gempolkrep untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) sebagai bagian kontribusiuntuk mengurangi impor minyak dan menghemat devisa negara. Demikian pula potensi produksi listrik berbasis tebu yang bisa berkontribusi menambah pasokan listrik bagi masyarakat,” papar Subiyono.
Dia optimistis, ke depan, upaya diversifikasi produk non-gula bakal semakin berkembang. ”Apalagi, pemerintah sekarang sangat concern mendorong penggunaan energi baru terbarukan, yang antara lain bisa diandalkan dari tebu,” kata dia.
Subiyono menambahkan, diversifikasi produk adalah keharusan jika industri gula di Indonesia masih ingin berkembang. Jika mengandalkan pendapatan dari gula tentu akan sangat terbatas, mengingat gula adalah komoditas yang pergerakan harganya selalu diintervensi pemerintah. Apalagi, biaya produksi semakin meningkat.
”Perlu ditekankan bahwa upaya diversifikasi produk ini tidak mengganggu peningkatan produksi gula untuk mengejar swasembada. Justru dengan diversifikasi produk, sistem kerja dan mesin dituntut lebih andal. Sehingga pararel dengan upaya peningkatan produksi gula,” jelasnya.
Keberhasilan diversifikasi produk juga merupakan indikator kesuksesan revitalisasi pabrik gula. Misalnya, pabrik gula yang bagus mesti bisa menghasilkan ampas tebu dalam jumlah cukup sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin. Kelebihan ampas itu pula yang bisa diolah menjadi listrik untuk kemudian dijual ke PLN. ”Maka, pabrik gula yang belum bisa diversifikasi berarti belum ideal operasionalnya,” kata dia.(win8)