Tol laut dan Pembangunan Inklusif
Oleh * Eddy Cahyono Sugiarto
“Kita telah lama memunggungi laut, samudera, selat, dan teluk. Sekarang saatnya kita mengembalikan Jalesveva Jayamahe. Di laut kita jaya!“
(Pidato Joko Widodo dalam pengucapan sumpah sebagai Presiden RI 2014–2019, 20 Oktober 2014)
Jokowi telah memancangkan komitmen mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim dengan memacu paradigma pembangunan inklusif, dari “Jawa–sentris” menjadi “Indonesia–sentris”, yang salah satunya ditempuh melalui pengembangan Tol Laut, sebagai strategi menekan disparitas harga serta memeratakan pembangunan ekonomi berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia.
Pilihan strategi pengembangan Tol Laut sejatinya merupakan elaborasi dari pembangunan inklusif yang mengedepankan keadilan ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sekaligus menjadi anti-tesis dari paradigma pembangunan eksklusif, yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata dengan menafikan aspek pemerataan dan kesinambungan.
Paradigma pembangunan inklusif yang mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi berkeadilan,melalui percepatan pengembangan tol laut, sejalan dengan upaya mewujudkan Nawacita pertama,“memperkuat jati diri sebagai negara maritim”.Nawacita ketiga, “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Selain itu, pengembangan tol laut ini mengarah pada capaian Nawacita ketujuh, “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Tol Laut sebagai salah satu program utama Presiden Jokowi telah dicanangkan pada 4 November 2015, Program Tol Laut merupakan salah satu pilar guna mendukung Indonesia menjadi negara poros maritim dunia dalammewujudkan visi Indonesia Hebat, sekaligusuntuk menegaskan bahwa negara benar-benar hadir ke seluruh daerah lewat kapal-kapal yang terjadwalrutin berlayar.
TolLaut sebagai sebuah konsep dirancang untuk memperkuat jalur pelayaran yang ditujukan bagi pemerataan pertumbuhan ke Indonesia bagian timur, menurunkan biaya logistik, juga menjamin ketersediaan pokok strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan harga relatif sama sehingga kesejahteraan rakyat semakin merata.
Di antara ketiga tujuan itu, penurunan biaya logistik dengan perbaikan menyeluruh Sistem Logistik Nasional (Sislognas) khususnya pada transportasi laut tampaknya menjadi tantangan tersendiri, sebab, dibandingkan negara lain, biaya transportasi laut kita memang 2-3 kali lebih mahal.
Pada masa mendatang kita tentunya berharap percepatan pengembangan tol laut dapat diikuti pengapalan langsung (direct call), ekspor langsung dari pelabuhan tertentu ke negara tujuan ekspor sehingga akan dapat memeratakan geliat pertumbuhan ekonomi domestik.
Tol Laut meningkatkan daya saing
Sebuah studi yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari produk domestik bruto. Tingginya biaya logistik tadi tidak hanya berdampak pada mahalnya barang-barang, namun juga menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Di lingkup regional kondisi ini tentunya akan berdampak pada rendahnya daya saing sislognas Indonesia, dimana berdasarkan survei World Bank, skor Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index/LPI) Indonesia pada 2014 adalah 3,1 dengan peringkat 53. Di antara negara ASEAN, skor dan peringkat Indonesia tersebut kalah dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Biaya logistik yang tinggi khususnya di moda transportasi laut, tampaknya menjadi sebuah persoalan serius bangsa ini, apalagi dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, mengoptimalkan transportasi laut menjadi sebuah pilihan yang tepat, dengan adanya tol laut dan peningkatan konektivitas secara keseluruhan, pemerintah berharap sistem logistik nasional menjadi lebih baik dan biaya logistik dapat dikurangi secara signifikan.
Program tol laut dirancang tidak hanya sekadar membangun konektivitas antara kawasan Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia untuk kelancaran arus barang dan logistik serta menekan biaya logistik saja. Namun Tol laut telah berkembang menjadi semacam lokomotif bagi pembangunan di Indonesia, utamanya pembangunan di kawasan Indonesia Timur.
Melalui program tol laut diharapkan akan dapat mempercepatat integrasi antara kawasan pelabuhan dengan kawasan industri dan kawasan ekonomi, kawasan pertumbuhan ekonomi serta kluster-kluster ekonomi untuk menopang kebutuhan akan arus barang dan logistik di pelabuhan.
Tol laut juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara wilayah Indonesia Barat dengan Indonesia Timur. Karena melalui program ini dikembangkan kawasan industri atau kawasan ekonomi baru di sekitar pelabuhan utama maupun pelabuhan pengumpul, agar terjadi keseimbangan pengangkutan barang.
Tol laut pada gilirannya akan mendorong berkembangnya kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi yang baru. Setidaknya kehadiran tol laut akan melempangkan jalan suatu kawasan yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada di kawasan itu, serta mendorong ketersedian infrastruktur yang memadai.
Program ini sekaligus menjadi sebuah terobosan dalam mengatasi kesenjangan antara kawasan Timur Indonesia dengan kawasan Barat Indonesia yang telah berlangsung selama puluhan tahun.Tol laut telah mendorong pemanfaatan potensi potensi ekonomi yang ada di kawasan Timur serta membuka pasar baru untuk produk yang dihasilkan di kawasan Indonesia Timur.
Peluang kerja dan kesempatan berusaha akan terbuka, produktivitas dan daya saing diprediksi akan mengalami peningkatan. Tak kalah menariknya, biaya logistik akan turun sehingga harga-harga barang semakin murah. Bila harga semakin murah, tentu saja beban masyarakat di Indonesia Timur bisa dikurangi.
Mendekati 1 tahun implementasi Tol Laut, secercah harapan akan terwujudnya pembangunan inklusif telah mulai terlihat, indikatordapat dicermati dari meningkatnya volume angkutan barang yang diangkut kapal laut di Indonesia terutama di rute-tute yang dilayani Tol Laut. Jumlah barang dalam negeri yang diangkut dengan kapal laut periode April 2016 tercatat sebesar 20,8 juta atau naik 1,98 persen dibandingkan periode Maret 2016 sebear 20,44 juta ton. Sementara, total barang yang diangkut dengan kapal laut periode Januari-April 2016 tercatat sebesar 81,0 juta ton, jumlah tersebut juga naik dibandingkan periode sama Januari-April 2015 yang mencapai 72,483 juta ton.
Kenaikan arus barang dalam negeri tersebut, merupakan indikasi perekonomian di daerah mulai bergerak naik. Ada pengiriman barang yang berkelanjutan dan makin besar, distrisbusi barang dan jasa lancar dan harga bahan kebutuhan pokok di masyarakat telah terkendali bahkan turun, dengan distribusi barang dan jasa yang makin cepat dan tinggi, diharapkan akan bisa menekan biaya logistik nasional, sekaligus menaikkan daya saing perekonomian lokal.
Kita tentunya berharap K/L dan pemerintah daerah dapat terus meningkatkan sinergitas dalam mengembangkan hinterland dan kawasan industri berbasis produk unggulan daerah, serta intermoda transportasi yang dapat mendukung berkembangnya perdagangan lokal guna mengatasi masalah imbalance trade agar pengembangan Tol Laut dapat optimal tidak hanya menekan disparitas harga, namun lebih jauh dapat mengkonversikan potensi ekonomi lokal, agar memiliki nilai tambah dalam berkonstribusi memacu pembangunan inklusif, sebagai jawaban terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara merata dan berkeadilan. Semoga.
*Penulis, Tenaga Ahli di Kantor Staf Presiden RI
Kedeputian I Bidang Perencanaan Kajian dan Pengendalian Program Prioritas Presiden
Kantor Staf Presiden RI