Pengrajin Batik Diminta Ikut Wujudkan Industri Hijau



KANALSATU - Seluruh pengrajin batik di Jatim diminta untuk memahami pengolahan limbah batik yang benar. Dengan demikian pengrajin batik juga dapat ikut mewujudkan penerapan industri hijau dengan segera.

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan, langkah-langkah untuk pengembangan industri hijau harus diterapkan. Diantaranya, produksi bersih, konservasi energi, efisiensi sumberdaya, dan proses daur ulang.

Melalui penerapan industri hijau, lanjut Emil, akan terjadi efisiensi pemakaian bahan baku, energi dan air. Sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal dan proses produksi akan menjadi lebih efisien.

"Dengan demikian, bisa meningkatkan daya saing produk industri batik di level nasional maupun internasional," jelasnya
saat membuka Pelatihan Singkat Pembuatan Produk Dekranasda dengan Materi Kualitas Limbah Ramah Lingkungan dan Praktik Pembuatan Home Decoration yang dilaksanakan di Kabupaten Madiun, Senin (29/3/2021).

Wagub Emil menyampaikan, tujuan utama pelatihan singkat tentang proses pembuatan batik yang ramah lingkungan adalah untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi dan hemat air. Sehingga, limbah yang dihasilkan lebih sedikit.

"Hal ini sesuai dengan implementasi prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan," terangnya.

Dikatakan Emil, pengolahan limbah batik yang ramah lingkungan juga dapat dimanfaatkan untuk home decoration. Selama ini, sebagian besar orang hanya mengetahui batik untuk pakaian saja. Padahal, batik juga dapat dijadikan hiasan.

"Jadi, bagaimana kita memperluas pemanfaatan batik selain sebagai fungsi awalnya, yakni untuk dipakai. Itu yang harus dimaksimalkan," ucapnya.

Untuk itu, kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi para pengrajin batik diharapkan dapat dijadikan program strategis untuk kembali membangkitkan gairah usaha mereka utamanya karena dampak pandemi Covid-19.

Sementara itu, Ketua Asosisasi Pengrajin Batik (APB) Jatim Wirasno menjelaskan, pelatihan bagi pengrajin batik memasuki tahap III. Pelatihan pertama dilaksanakan di Madiun. Pengrajin diberikan pembelajaran membuat malam batik menggunakan malam limbah.
"Jadi, malam limbah yang terbuang kita proses menjadi malam baru, sehingga itu memenuhi persyaratan industri hijau," kata Wirasno.

Lalu pelatihan kedua dilaksanakan di Tulungagung. Para pengrajin diberikan pelatihan membuat canting cap batik menggunakan kertas. Ongkos produksi kertas lebih murah ketimbang menggunakan tembaga yang lebih mahal. Selain itu, kertas bisa dikreasikan pengrajin sesuai motif yang dikehendaki.

"Memang untuk penggunaannya lebih awet menggunakan tembaga, tetapi dari ketidakawetan itu memacu pengrajin untuk terus berkreasi sehingga motifnya tidak itu-itu saja," jelasnya.

Memasuki pelatihan ketiga, edukasi bagi pengrajin batik tentang kualitas dari sebuah limbah. Seperti ramah lingkungan bagi APB Jatim se Bakorwil Madiun. Teknisnya, kata Wirasno, ada pelatihan home decoration.

Dari hasil pembuatan malam yang pertama lalu menggunakan canting cap buatan diterapkan dalam membuat produk taplak dan sarung bantal, ujarnya.

Menurutnya, kondisi produksi home decoration di Jatim masih perlu ditingkatkan. Selama ini hanya sarung dan jarik yang diproduksi. Sedangkan produk home decoration masih dikuasai pengrajin dari provinsi lain.

Melalui pelatihan ini, diharapkan bisa menjadi alternatif untuk membuat sesuatu dengan modal yang murah, namun tetap menjual harga yang bagus di pasaran. Namun, yang paling utama, memperhatikan keramahan lingkungan dalam berproduksi agar tidak sembrono, tandasnya.(KS-11)
Komentar