Pilwali Surabaya, Figur Parpol Dan Non-Parpol Bersaing Ketat

Hasil Kajian Pusat Riset Pilkada JTV

SURABAYA –   Setelah menemukan karakteristik pemimpin dan permasalahan pokok yang dianggap penting warga Surabaya (rilis 14 Februari 2020,red), Pusat Riset Pilkada JTV kembali menyelenggarakan survei pada 12 Februari – 19 Februari 2020. 

Survei kali ini mengukur tingkat pengenalan (popularitas) dan keterpilihan (elektabilitas) figur-figur yang siap berkompetisi dalam Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020. Nama-nama itu disaring dari sumber pemberitaan di media massa arus utama di Surabaya. Khususnya program berita Jatim Awan, Pojok Pitu, dan Pojok Kampung JTV. 

 Riset ini menggunakan multi-stage random sampling dengan melibatkan 450 responden berusia 17 tahun ke atas (memiliki hak pilih). Sampel diambil di seluruh wilayah di Surabaya, dengan jumlah sampel tiap wilayah proporsional terhadap jumlah penduduk Surabaya. Rentan margin of error sebesar 2,5 % dengan tingkat kepercayaan 95%. 

Persaingan Bakal Calon 

Kepala Pusat Riset Pilkada JTV Machmud Suhermono menjelaskan, rilis survei popularitas dan elektabilitas ini merupakan yang pertama dilakukan di Surabaya oleh lembaga survei tepercaya dan independen. Karena baru yang pertama, dan masih ada rentang waktu sekitar 7 bulan (213 hari) sebelum coblosan, maka dari sisi persentase popularitas dan elektabilitas figur-figur masih merata dan di angka di bawah 10 persen.

“Hasil survei ini semacam tolok ukur, modal awal popularitas dan elektabilitas figur-figur yang selama ini sudah mengenalkan diri ke publik melalui media,“ sebut Machmud. 

Dengan mengetahui modal awal itulah, para bakal calon itu mempunyai ukuran dalam menyusun strategi untuk menggenjot popularitas dan elektabilitas masing-masing hingga mencapai hasil maksimal hingga hari pemungutan suara pada 23 September 2020.

Menariknya, meskipun Pilwali Surabaya 2020 diprediksi akan menjadi panggung pertarungan bagi partai-partai besar seperti PDIP, PKB, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PSI, namun figur-figur non-parpol juga mendapat perhatian publik Surabaya dan siap menjadi pesaing kuat dari figur-figur yang diusung parpol.

“Jika tren di survei pertama ini berlanjut hingga hari coblosan, maka terjadi persaingan figur dari parpol dengan figur nonparpol cukup ketat di Pilwali Surabaya 2020,” jelas Machmud.

Sutikno, kepala Tim Riset Pilkada ITS, menambahkan, dari sisi popularitas, nama-nama yang sudah banyak dikenal publik mencapai tingkat pengenalan yang merata. “Sebagai bagian dari pasangan yang sedang menjabat (incumbent) Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana meraih pengenalan tertinggi hingga 39,21%,“ rinci Kepala Pusat Studi Potensi Daerah Dan Perberdayaan Masyarakat LPPM ITS itu.

Dua figur muda yakni Anggota DPR RI dari Partai Golkar Adies Kadir dan Presiden Klub Persebaya Azrul Ananda mendekati Wisnu di posisi kedua dan ketiga dengan tingkat pengenalan 30,90 % dan 29,66%. 

Nama-nama lain yang punya potensi besar siap mendongkrak popularitas dengan berbagai aktivitas adalah Politisi kawakan Fandi Utomo 25,73%, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi 17,84%, dan Mantan Kapolda Jatim Machfud Arifin 11,93%. Pengacara dan bakal calon lewat jalur independen M.Sholeh meraih popularitas hampir setara dengan tokoh asal Jombang Zahrul Azhar Asumta yang akrab dipanggil Gus Hans dengan perolehan popularitas masing-masing 6,70% dan 5,60%. 

Figur lain yang juga muncul dalam survei tingkat keterkenalan adalah Ketua Pansus Perubahan Nama Jalan Fathul Muid 5,00%, Ketua Partai Berkarya Surabaya Usman Hakim 3,84%, Ketua Partai Perindo Surabaya Samuel Teguh 3,32%, dan Dirut PDAM Surabaya Mujiaman Sukirno 2,94%.

Berbeda dengan popularitas, saat ditanyakan apakah akan memilih figur yang dikenal tersebut jika mencalonkan diri sebagai wali kota (elektabilitas) ? terjadi perubahan pilihan di kalangan pemilih. “Itu terjadi karena responden yang kenal belum tentu memilih, sebaliknya yang memilih pasti sudah kenal baik,” jelas Sutikno.

Wawali Wisnu Sakti Buana memang kembali mencatat persentase tertinggi 5,47%.  Namun, angka itu sudah terkoreksi banyak dibandingkan tingkat pengenalannya yang mencapai 39,21%. Sedangkan untuk posisi kedua, Kepala Bappeko Eri Cahyadi mencatat elektabilitas tertinggi kedua  5,04%. Sedangkan Presiden klub Persebaya Azrul Ananda tak bergeser posisinya di urutan ketiga dengan elektabilitas 4,76%. 

“Ketiga figur itu meninggalkan nama-nama lain seperti Adies Kadir 2,62%, Fandi Utomo 2,39%, Gus Hans 1,74%, dan Machfud Arifin 1,35%,” sebut Sutikno. Berikutnya, nama-nama lain mencatat elektabilitas tak sampai 1%, yakni M Sholeh 0,83%, Usman Hakim 0,81%, Fathul Muid 0,33%.

“Karena masih awal, persentase popularitas dan elektabilitas ini masih terlalu dini jika dijadikan acuan siapa wali kota dan wakil wali kota Surabaya berikutnya. Masih ada waktu 7 bulan, semua bisa berubah. Tergantung strategi pendekatan ke publik dan media serta aktivitas masing-masing bakal calon,” ujar Sutikno.

Calon Wakil Walikota 

Sebelum penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), variabel penting dalam mendulang popularitas dan elektabilitas calon wali kota adalah figur calon wakil wali kota yang digandeng jadi pasangan. Karena itu, Pusat Riset Pilkada JTV juga mengukur tingkat pengenalan (popularitas) dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) figur-figur yang di media aktif menyatakan diri sebagai wakil wali kota (wawali).

“Mirip dengan komposisi figur di bacalon wali kota, figur non-parpol juga mendapat tempat di pilihan warga kota Surabaya yang memiliki hak pilih,” sebut Machmud.

Berbeda dengan figur-figur bakal calon wali kota yang persentase popularitas dan elektabilitas hampir merata, sedangkan untuk  popularitas dan elektabilitas balon wawali, terjadi dominasi dua figur, yakni Ketua DPRD Surabaya Armuji dan Presiden Klub Persebaya Azrul Ananda. Menariknya, Armuji mewakili figur parpol karena selama ini dikenal sebagai politisi PDIP. Sedangkan Azrul Ananda dikenal sebagai tokoh media dan penguasaha muda sukses dan tidak pernah berkekecimpung di bidang politik. Untuk popularitas, keduanya dikenal oleh 35,88% dan 22,78% pemilih yang jadi responden survei.

Keduanya meninggalkan figur-figur lain seperti mantan aktivis ‘98 dan pegiat budaya Taufik Hidayat 6,47%, mantan anggota DPRD Surabaya Visensius Awey 6,25%, Pengurus Muslimat NU Dwi Astuti 4,64%, politisi PKS Reni Astuti 4,05%, dan Sekretaris Kota Hendro 3,13%.

Dominasi semakin terlihat pada survei elektabilitas balon wawali Surabaya. “Armuji dan Azrul Ananda cukup menonjol dengan elektabilitas 5,94% dan 3,48%,” sebut Sutikno. Persentase itu di atas namanama lain seperti Dwi Astuti 1,53% dan Taufik Hidayat 1,06%. Bahkan nama-nama di luar keempatnya, mencatat persentase di bawah 1 persen.

Untuk mendapat gambaran lebih jelas, Pusat Riset Pilkada JTV juga mengukur popularitas dan elektabilitas bacalon walikota dan bacalon wawali berdasarkan kategori-kategori yang signifikan dalam menentukan pilihan. Tercatat ada perbedaan pilihan warga Surabaya berdasarkan asal, gender, agama, wilayah, kelompok umur, jenis pekerjaan, pengeluaran kelompok rumah tangga, hingga status pernikahan.

Pusat Riset Pilkada JTV

Pusat Riset Pilkada JTV merupakan unit riset bagian dari tim redaksi JTV. Unit ini dibentuk untuk mewujudkan jurnalisme berbasis data (jurnalisme data) dalam peliputan Pilkada di Jatim 2020 dari tahap pencalonan hingga menjelang pemungutan suara. Selain Pilwali Surabaya 2020, Pusat Riset Pilkada JTV juga melakukan survei terhadap aspirasi warga menjelang Pilbup Sidoarjo 2020, Pilbub Gresik 2020, Pilbub Mojokerto 2020, dan Pilbub Pasuruan 2020.

Dalam pelaksanaan dan penetapan metodologi survei, Pusat Riset Pilkada JTV  bekerja sama dengan tim survei Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yan gsudah berpengalaman melakukan survei riset politik, sosial, maupun keilmuan tekhnis. Kerja sama ini untuk menjamin kualitas pertanggungjawaban akademis dan indepensi hasil survei yang dipublikasikan.(ksc)

Komentar