Pengusaha Khawatirkan Pabrik Tutup dan Peredaran Rokok Ilegal Meningkat
Cukai Rokok Naik 23 Persen di 2020
Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar
KANALSATU - Kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen sudah tidak bisa diganggu gugat dan bakal diterapkan pemerintah tahun 2020. Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya menilai kebijakan tersebut akan sangat memberatkan.
Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar mengatakan rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha rokok. Dikatakannya, pada tahun depan diperkirakan akan terjadi penurunan produksi rokok yang bisa mencapai angka 15 persen.
Penurunan produksi ini juga akan berdampak pada penurunan penyerapan bahan baku, baik tembakau maupun cengkeh yang diperkirakan bisa turun hingga 30 persen. "Oleh karena itu, kebijakan pemerintah ini membuat para pelaku di industri ini resah. Apalagi beberapa tahun terakhir, industri sedang mengalami penurunan," ujarnya di sela acara Rembug Nasional pertembakauan di Surabaya beberapa waktu lalu.
Kenaikan tarif cukai juga akan mengakibatkan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok senilai 35 persen di tahun 2020. “Dampaknya pasti sangat besar bagi industri rokok, diantaranya banyak perusahaan rokok akan gulung tikar. Tingginya HJE rokok, konsumen pastinya akan mencari rokok yang lebih murah. Dan rokok illegal diprediksikan bakal kembali marak karena makin diburu perokok,” ujarnya
Sulami menegaskan selama ini pemerintah menaikkan cukai rerata sekitar 10 persen. Tapi pada tahun 2020 kenaikannya sangat eksesif yaitu mencapai 23 persen.
Hal ini tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industri. "Industri rokok pastinya harus menanggung banyak beban dari kenaikan tersebut, salah satunya kenaikan HJE. Yang akan dilakukan perusahaan rokok diantaranya mengurangi jam kerja bahkan bukan tidak mungkin akan mengurangi hari kerja sampai mengurangi karyawan. Inilah ketakutan Gapero yang seharusnya pemerintah pikirkan,” ujarnya.
Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, industri rokok mengalami penurunan 1-2 persen per-tahunnya. Bahkan Sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) sempat mengalami penurunan market share. Rinciannya pada SKM turun sebesar 8,4 persen dan SPM 8,3 persen. Bahkan besaran penurunan market share sebanyak 13,1 persen dialami oleh sigaret kretek tangan (SKT).
Sulami Bahar menambahkan Industri Hulu Tembakau (IHT) merupakan industri strategis, memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan Negara sebesar 10% dan APBN atau sebesar Rp 200 Triliun dalam bentuk cukai, Pajak Rokok daerah, dan PPN. IHT juga menyerap 7,1 juta jiwa yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait.
“Pertanyaannya, kalau mau mematikan industri ini apakah orang akan berhenti merokok, apa sudah ada penggantinya? Apakah benar jika pabrik rokok dalam negeri tidak beroperasi maka kesehatan masyarakat dan polusi udara Iebih baik secara signifikan?,” ujar Sulami dengan nada tanya.
Gapero meminta secara tegas agar pemerintah mengkaji ulang kenaikan itu karena akan membuat perusahaan rokok gulung tikar dan akan banyak kasus PHK massal di Indonesia. Gapero sendiri memiliki anggota dari berbagai perusahaan rokok Golongan I, Golongan II/menengah dan Golongan III atau kecil dengan jumlah pabrik sekitar 454 unit.
(KS-5)