Koalisi Stop Child Abuse Tolak Kejahatan Seksual Terhadap Anak

KANALSATU - PBB menetapkan 19 November sebagai Hari Pencegahan Kekerasan terhadap Anak Sedunia (World Day Prevention of Child Abuse). Karenanya bangsa-bangsa di seluruh dunia perlu menyepakati bahwa anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk penyerangan, penelantaran maupun kondisi kehidupan yang beresiko pada tumbuh kembang mereka.

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan pengaduan kekerasan terhadap anak dari 2017-2018 terus melonjak, dari 4.579 naik menjadi 4.885 laporan.

Situasi buruk di negeri ini melengkapi situasi keprihatinan yang mengingatkan pada situasi dimana konflik politik berimbas pada pembantaian kemanusiaan dan lagi-lagi anak yang menjadi korban pada perang dunia kedua. Eugelatyne Jebb merilis data-data tentang dampak dari perang dunia yang menempatkan anak-anak dalam situasi terburuk dalam sidang umum PBB, atas dasar itulah tanggal 19 November itu ditetapkan sebagai Hari Pencegahan Kekerasan terhadap Anak Sedunia (World Day Prevention of Child Abuse).

Atas dasar itulah kemudian untuk memajukan upaya perlindungan anak bersama seluruh dunia, meningkatkan kesejahteraan anak dan lingkungannya serta menumbuhkan kesadaran secara luas makna perlindungan anak, maka ditandatanganilah Deklarasi Hak-hak Anak oleh seluruh anggota Majelis Umum PBB pada 20 November tahun 1959.

Kemudian di tanggal yang sama di tahun 1989, hari penandatanganan Deklarasi ini menjadi Konvensi hak-hak Anak yang kemudian diratifikasi oleh masyarakat seluruh dunia ditetapkan sekaligus sebagai Universal Children Day.

Hari Anak Sedunia adalah momen penting bagi pemajuan perlindungan anak, maka itulah seluruh komponen masyarakat baik pemerintah, masyarakat sipil dan jaringan organisasi kemanusiaan seluruh dunia memperingati secara luas bersama sama dengan bangsa bangsa lainnya di seluruh dunia.

Dalam peringatan kali ini, Koalisi STOP CHILD ABUSE mengusung tema SEX with CHILD is CRIME, Hubungan Sex dengan Anak Adalah Perbuatan Kriminal.

Hal ini di dasarkan atas maraknya penggunaan anak dalam seksual atas nama Pariwisata, Perkawinan Anak dan bentuk-bentuk eksploitasi maupun kekerasan lainnya.

"SEX with CHILD is CRIME adalah statemen yang kami suarakan sebagai bentuk perlawanan atas kejahatan seksual terhadap anak, sebab selama ini tindakan kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak seringkali dianggap bukan hal penting untuk diperhatikan. Banyak pihak merasa bahwa berhubungan seksual dengan anak adalah sesuatu yang wajar apalagi bila anak dirasa tidak menolak," kata Koordinator STOP CHILD ABUSE, Yuliati Umrah.

Kasus-kasus kejahatan seksual banyak yang berhenti di tengah jalan alias peti es dan diantaranya tidak masuk dalam ranah hukum semakin memperberat situasi anak-anak yang menjadi korban. Belum lagi hampir semua putusan hakin pada kasus kekerasan seksual tidak memberikan jaminan bagi korban untuk mendapat upaya bantuan pemulihan fisik, mental dan reintegrasi sosial yang memadai sehingga kasus kekerasan terus berlanjut karena anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa yang dalam situasi yang buruk bahkan menjadi pelaku kejahatan seksual nantinya.

Kekerasan seksual yang merupakan pintu masuk pada maraknya anak-anak remaja yang terlibat dalam bisnis seks komersial terutama dalam industri pariwisata. Pemerintah Indonesia telah menempatkan Industri Pariwisata sebagai salah satu tulang punggung Ekonomi negeri ini.

"Tentu saja kita harus mendukung program ini. Namun fakta bahwa banyaknya anak-anak yang terlibat dalam bisnis seks komersial yang berkelindan dalam perjalanan wisata dan pusat hiburan," ujarnya.

Kepedulian semua pihak menjadi sangat penting, untuk mencegah anak-anak menjadi korban dan risiko buruk yang lebih jauh. Perhatian yang besar pada persoalan kejahatan seksual anak anak berdampak pada penegakan hukum yang adil bagi korban serta membangun dunia yang layak bagi para korban.

Yuliati menambahkan, Koalisi STOP CHILD ABUSE terdiri atas NGO dari beberapa wilayah di Indonesia, Organisasi Keagamaan, Universitas dan Kelompok Usaha sebanyak 21 institusi yang tersebar di Jawa Timur, Bali dan NTT. Jaringan koalisi ini diharapkan dapat menjadi penggerak di wilayah masing-masing untuk membangun kepedulian seluruh laporan masyakarat serta Institusi Negara agar lebih optimal dalam upaya Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual. (KS-4)

Komentar