Muladi tolak hadiri sidang Golkar

Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi.

KANALSATU - Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi menolak hadir dalam sidang sengketa kasus Golkar, yang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Muladi sengaja diundang oleh majelis hakim untuk dimintai keterangan seputar keputusan Mahkamah Partai Golkar, yang kemudian berujung pada keluarnya Surat Keputusan (SK) pengesahan DPP Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) IX Jakarta kubu Agung Laksono oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham).

"Saya merasakan tidak sewajarnya (menghadiri sidang di PUTN). Apabila sebagai salah satu hakim Mahkamah Partai Golkar yang telah mengadili perkara, kemudian diminta hadir untuk didengar keterangannya di pengadilan PTUN dalam kasus yang telah diputuskan," kata Muladi melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Senin (27/4/15).

Dalam suratnya, Muladi menyatakan tidak adil apabila hanya dirinya yang dimintai keterangan. Sementara hakim Mahkamah Partai Golkar berjumlah empat orang. Kehadirannya sebagai saksi di PTUN menurutnya hanya akan menuai protes dari hakim Mahkamah Partai Golkar yang lain.

Muladi memaparkan, putusan Mahkamah Partai Golkar bersifat final dan mengikat secara internal, dan tidak benar apabila dinyatakan tidak ada putusan yang diambil Mahkamah Partai Golkar. Perbedaan pandangan antara empat hakim di Mahkamah Partai Golkar harus dibaca sebagai satu kesatuan, karena putusan itu ditandatangani secara kolektif.

Dalam kesempatan terdahulu, Muladi sudah pernah menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dari kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) maupun Agung Laksono. Sehingga sikap dan pandangannya baik terhadap Putusan Mahkamah Partai Golkar dan SK Menkum HAM, sejatinya sudah tersurat dan tersirat dalam dua jawaban tersebut.

Seperti diketahui, dalam sidang Mahkamah Partai Golkar, empat hakim memiliki pendapat berbeda atas sengketa kepengurusan Partai Golkar. Dua anggota Mahkamah Partai Golkar, yakni Muladi dan HAS Natabaya, menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali yang dipimpin Ical sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat.

Langkah tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Ical tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai. Sehingga Muladi dan Natabaya hanya mengeluarkan rekomendasi agar kubu pemenang dalam proses kasasi itu, tidak mengambil semuanya, merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, mengakomodasi kubu yang kalah dalam kepengurusan, dan kubu yang kalah diminta untuk tidak membentuk partai baru.

Sementara dia anggota majelis Mahkamah Partai Golkar lainnya, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai Munas IX Bali yang menetapkan Ical dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Golkar secara aklamasi digelar tidak demokratis. Djasri dan Andi menilai pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih terbuka, transparan, dan demokratis meskipun memiliki banyak kekurangan.(win6)

Komentar