Korupsi tetap marak karena masih fokus penindakan
KANALSATU - Masih maraknya perilaku korupsi di Indonesia dituding akibat penerapan desain pemberantasan korupsi di Indonesia masih fokus pada sektor penindakan, bukan melakukan perbaikan sistem dan upaya pencegahan.
“Akibatnya korupsi terus terjadi, karena pada dasarnya sistem mengondisikan seseorang untuk korup. Ini ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, tanpa dicari apa penyebab sakitnya,” kata anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Selasa (9/12/14).
Baca: KPK dukung penghapusan kuliah S2 bagi koruptor di Sukamiskin
Meski mengaku tidak memiliki data terakhir penanganan kasus korupsi yang dilakukan tiga lembaga penegak hukum, Aboe Bakar menyebut jumlah korupsi di Indonesia masih tinggi. “Yang pernah saya baca pada 2012, Kejaksaan Agung menyelesaikan 1.272 perkara korupsi, Polri 1.711 perkara dan KPK 36 perkara.”
Aboe Bakar juga mengungkap ketimpangan beaya penanganan kasus yang menunjukkan kualitas kinerja ketiga lembaga penegak hukum tersebut. Biaya penangan satu perkara di KPK saat itu bisa sampai Rp300 juta lebih, sedangkan satu perkara di Polri sekitar Rp37 juta. Di sisi lain, gaji penyidik di KPK empat kali lipat atau 400% lebih besar dari penyidik kepolisian.
“Apalagi, Prof Romli Atmasasmita dalam pidato purna bhaktinya menyatakan, antara 2009-2013 keberhasilan penegak hukum dalam mengembalikan keuangan negara adalah KPK Rp700 miliar, Polri Rp2 triliun dan Kejaksaan Rp6,2 triliun . Silahkan saja dibandingkan, bagaimana kinerja masing-masing,” katanya mengungkapkan.
Dari beberapa data tersebut, kata politisi PKS itu, publik bisa menganalisa kualitas kinerja dan produktifitas lembaga penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi. “Bisa dinilai capaian penanganan jumlah perkara maupun upaya pengembalian kerugian negara.”(win10)